Menggumpal dari hiruk pikuk kebencian
Semakin benak bertualang
Kian terbakar relung kenyamanan
Pikiran indahku gugur
Termakan jentik-jentik marah
Rasa resahku subur
Oleh pupuk kebenaran yang kabur
Langit negeriku mungkin takkan lagi ada pelangi
Warna-warni itu indah masa lalu
Masa kini punya warna sendiri
Dari sapuan kuwas paling bermutu dan kuat
Satu persatu warna pudar lalu lenyap
Entah karena lemah dan putus asa
Entah sirna karena kerelaan
Yang pasti terpaksa karena langit mengharuskan tinggal satu warna katanya
Setiap warna yang pudar harus saling bercengkrama
Setidaknya masih boleh senyum terbungkus
Karena setiap warna yang pudar ternyata telah di berikan satu nama yang sama selama ini
Dan nama itu akan menjadi sebuah warna baru yang berbeda pikirku