Jumat, 08 Desember 2017

Rasa Ku...

Lalu ku tenggelam
Dan ku temui Ikan-ikan kecil, Bintang laut,
Nikmati damai gugus karang Pada palung yang terjal dan luas...
Di balik riak laut biru
Setiap kali ku eja hati-hati
Baris kata yang kau gores
Pada tiap jengkal parasmu
Hai FORSASINDO

Timor091217

Kamis, 26 Oktober 2017

Cinta...

Cinta...
Kau kah itu
Selalu saja di belakangku
Mengapa ?

Ku tunggu di dingin fajar
Mentari menghantarmu pikirku
Ku nanti di sejuk senja
Rembulan menghadirkanmu sangka ku

Mentari datang dan pergi
Cahayanya redup membosankan
Rembulan diam merayapi malamku
Sinarnya pilu

Mesti bagaimana
Aku yang di jajah rindu
Akankah tegar kaki melangkah
Menyusuri tepian taman berwarna-warni

Kembang seruni lincah berayun
Di candai angin
Mekar berseri
Seperti wajah-wajah dengan tawa lebar

Benakku lantas melukis pada tiap tangkai
Satu persatu wajah penuh tawa hina
Menikam dengan tatapan sinis
Lalu bersuara

Kamu pecundang
Bahkan cinta begitu liar terhadapmu
Kamu bukan manusia
Kamu sampah

Langkahku berat
Aku tersungkur
Aku menangis
Meringkuk di antara kembang

Timor271017

Selasa, 17 Oktober 2017

Kerinduan

Ibu...
Kasih sayang mu
Kau gelar pada antrian bibir bening gelas kristal kelab malam
Sisakan sedikit untuk ku meski nanti...
Ayah sedang hanyut dengan takdirnya
Setelah cintanya kau gadai
Tujuh tahun lalu

Timor171017

Minggu, 15 Oktober 2017

Selembar Bait Kepada Teman

Teman...
Maafkan ku gores bait ini
Bacalah saat hati riang
Agar niatku berlabuh dengan girang

Ku tulis ini dengan air mata
Tetes demi tetes hiasi kata
Membasuh setiap bahasa nestapa
Agar kau nyaman ku sapa

Tak ada niat lain
Ku tuangkan rasa
Pada lembar putih ini
Selain menjunjung indah sebuah persahabatan

Bertemanlah kita untuk senang-senang saja
Karena pengorbanan yang ku pelihara
Terlampau kecil
Takan cukup untuk turut menangisi setiap jengkal lara

Bertemanlah kita hanya untuk senang-senang saja
Karena rasa yang ku asuh
Terlampau hambar dan beku
Takan mampu untuk menyelami setiap gundah saat kau tenggelam

Kalau kau sangka aku jenis manusia biadab yang hanya ingin senang-senang
Atau hanya pentingkan ego lalu menabung keuntungan dari setiap relasi
Kau salah...
Relung hatiku teramat sempit
Rasanya tak muat menampung simpatimu saat aku di hajar gulana

Ruang ego ku telah amat sumpek
Takan mungkin menyambut sejuk pedulimu
Hanya akan semakin sesak
Dan air mataku harus meluap-luap dari tempatnya bersemayam

Teman...
Jejak air mata ini semata bentuk dari kelemahanku
Pada setiap ketidakmampuanku
Mengambil bagian dalam setiap nestapa hidupmu

Teman...
Jika nanti kau terima lembar ini
Pergilah berlayar ke tempat yang indah
Atau cobalah menyusuri keindahan alam

Biar segala kebodohan pada lembar ini
Terabaikan oleh riuh camar yang terbang rendah
Biar khilaf yang ku syairkan ini
Tersapu oleh angin pegunungan yang sejuk berhembus

Sekian dulu teman
Simpan baik-baik pesanku
Tetaplah jadi teman baik ku
Kita senang-senang saja
Itu lebih baik...

Timor151017





Jumat, 13 Oktober 2017

Mungkin Telah Habis Waktu

Senja perlahan menyapa
masih juga meraba-raba
Benih yang di semai
Satu persatu sisa bangkai

Bisik terlahir tulus
Berlomba menyapa langit
Lambat laun buyar
Tengadah lalu pasrah

Seperti belukar
Telah terbiasa
Tinggalkan lampau
Mengisi kini
Kembali lagi esok

Dahan yang kering
Daun yang layu
Runtuh berkali-kali
Jatuh terurai debu

Masih coba
Abaikan rona merah langit
Sibak pekat senja
Hidung dan bibir beruap kabut

Lembab halimun berarak
Menelan bulat-bulat setapak
Tempat kosongkan benak
Keringat dan air mata Pecah

Apa masih perlu ?
Setelah jutaan waktu
Langkah yang terbuang
Balik berlari tinggalkan senja

Apa masih butuh ?
Telah ribuan keluh
Banjir peluh
Masih kokoh menolak takdir

Senja menangkap ku
Mungkin t'lah habis waktu

Timor131017




Senin, 09 Oktober 2017

Bumi Tergantung di Udara

Sayang sekali
Dunia penuh masalah
Setelah sepakat kebenaran itu Ada
Tapi patokan pastinya masih belum pasti

Aku ingin begini
Mereka mau begitu
Dia ikut yng sana
Kalian suka yang situ
KAmi ikut sini

Aku bilang mereka salah
Dia bilang kalian salah
Mereka bilang kamu salah
KAlian bilang kami salah

Mereka bilang tidak
Kalian pun tidak
Kamu juga tidak
Kami apalagi...

Bumi menjadi sekundung api
Membakar siapa saja
Hanguskan apa pun
Terbentuk dari nafsu
Nafsu akan kebenaran

Benarkah...
Inikah kebenaran
Kebenaran yang mana...
Apa aku ?
Dia ?
Mereka ?
Ataukah kalian ?

Bumi menghitam arang
Sambil berrotasi
Mengitari matahari
Manusia mabuk menikmatinya

Segala canda
Semua senyum
Setiap tegur sapa, gandeng tangan, jabat tangan
Begitu memukau
Hadir dari penjiwaan
Penjiwaan pada lembar-lembar skenario

Pada lakon-lakon kecil
Darah adalah produk murah
Air mata hanyalah kubangan lumpur
Sebentar lagi kering dan retak
Lantas pecah di lindas kaki kebenaran manapun

Kebenaran menjadi wadas
Sepakat !
Tapi kebenaran yang mana ?
Tak pernah kunjung sepakat !

Timor091017

Kamis, 05 Oktober 2017

Langit Belang-Belang

Langit belang-belang
Tak tampak ranum
Sedang hari-hari lalu
Terasa lebih manis

Kalau ku sangka lain
Aku salah
Musim memang harus berganti
Biarkan

Kini sinar mata melemah
Kesombongan pelangi mulai hambar
Dahulu itu sebuah kebaikan
Perlahan tampak lebih jujur

Apa yang sedang kau pikirkan
Simpanlah buat sebentar
Masa mu belum akan habis
Bahkan jika langit tak memberi tempat

Masih ada kanfas untuk kau lukis
Ketika kuning kembang sepatu mulai biasa-biasa saja
Biarkan jengah mu memintanya berubah merah
Maka seperti batu cadas
Begitulah niat mu tak mampu kau belokkan

Hari ini
Bibir merah itu datang lagi
Mungkin ada koar yang belum tersampaikan
Tapi jika diam menjamah kalian
Percayalah tulisan ini tak tentu arah....

Timor061017

Akhir Penantian

Dia menggeleng
Langkah-langkah menjauh
Asa ku tumbuh

Petaka

Di lereng gunung
Keringat kuli batu
Hanyutkan desa

Senin, 18 September 2017

Suara Ku Si Kambing Hitam

Malam ini
Aku yang sendiri
Masih terus berbakti
Laksanakan janji

Di sini
Tak boleh ada ringis
Meski luka mengangah
Belulang patah hanya oleh fitnah

Perlahan begitu kucintai
Rumah tempat ku makan dan minum
Berawal dari keterpaksaan
Perlahan asyik ku nikmati

Di tempat ini
Aku seperti tidak mencintai diri
Di sini lutut menikam tanah
Dada merayapi karang

Kini menjadi bagian dari sanubari
Bahwa diri ku telah di hargai sangat murah
Lebih murah dari hati ayam yang masih segar berdarah-darah
Bahkan mengambil peran sebagai kambing hitam membuatku jauh lebih murah dari kambing kiloan penuh lalat yang teronggok di lapak-lapak daging

Tapi ini tempatku
Aku bahagia disini
Setidaknya langkah berat kura-kura
Rayap lamban siput
Masih setia ku jadikan panutan

Aku mungkin hanya pion yang setiap saat siap menanggung peran kambing hitam
Tapi kerelaan diri ini
Biarpun harus ku hargai sendiri
Di situlah aku merasa hidup

Di sana-sini
Selalu hangat gumam bibir-bibir merah menor mencela
Di selingi nada-nada minor bibir hitam keriput

Itu semua indah
Sangat menghibur
Laksana petikan kecapi
Dari jemari lentik dara tiongkok
Dalam dada dan kepala ini

Teruslah demikian
Tolong jangan berhenti
Karena aku selalu setia menanti
Menjadi kambing hitam

Timor@Sanjose Education Park180917

Senin, 28 Agustus 2017

Bibir Waktu Masih Terkatup

Bulan menyusup di balik awan
Dia tidak tau pijar merah mata awasku
Setelah melenakan padang asmara
Perlahan menjauhi gebu rindang rinduku

Dia lupa kilauku matahari
Jika murka membabi buta
Membakar elok senja
Biar kusut cantik paras malammu

Tapi tak perlu takut
Bersinarlah apa ada mu
Aku bukan penakut
Pembuat huru hara

Kelak kau terlahir jingga
Akan ku kagumi sebagai pelipur lara
Lantas aku lahirkan pagi
Akan kau pahami sebagai lelap nyenyak parasmu

Telah sangat ku resapi
Aku hanyalah pagi hingga petang
Kau adalah senja
Dan perlahan gelap mengejar pagi

Bersatu hanyalah mimpi
Kita adalah perbedan sejak lampau
Ooo...teruskan tingkah ayu itu
Aku mulai bosan menunggu waktuku

Aku takan merintih
Saksikan kupu-kupu menjamah  lembab bibir elok jinggamu
Bahkan hingga perlahan menghitam legam
Aku takan perduli

Aku takan pula meronta
Mendapati kumbang bermanja-manja dalam pelukmu
Aku hanya akan menikmatimu diam-diam
Dari sudut bibir waktu
Dalam setiap gontai desahNya

Timor290817

Hening Pagi

Pagi ini begitu sinis
Tiada jerit angin
Tiada rintihan daun jatuh
Rembulan mengkerut lengkung teriris
Tak ada yang dapat ku lukis

Hening pagi
Timor20817

Senin, 21 Agustus 2017

Andai Kau Mimpiku

Aku pernah punya mimpi
Belum sempat ku gapai
Karena lenganku sibuk kau pakai
Tuk tempat kau berandai

Aku lantas terbelah dua
Untuk mimpi yang ku impi
Untuk andai yang kau damba
Demi nafas bisa terus bernyanyi

Pernahkah kau tahu itu
Aku bahkan bermimpi
Itu bukan yang kau andai
Hingga tenggelam dalam imaji hampa
Aku lumpuh

Kau lembut merawatku
Tak sekalipun jemu
Meski peluh berkilau
Di tiap risau wajahmu

Aku masih meringkuk muram
Karena sakitku tak bisa kau temui
Walau ranjang nampak lebih kumal
Menampung begitu banyak peluh dan air matamu

Aku hanya tak mampu berlari
Karena peluh dan air matamu
Telah meresap terlalu jauh
Jauh hingga mendampingi mimpiku
Tapi mimpiku masih bukan yang kau andai

Andai saja....

Timor210817

Jumat, 11 Agustus 2017

Kicau Hati

Kau
Raut wajah ayu
Raut rasa yang biru
Gugur bagai daun waru

Tatapmu yang sayu
Lentik alis nan kuyu
Bergelayut pada nafas syahdu
Nan merayu-rayu

Kau ratu di hatiku
Kala dekil sawah lembut kau cumbu
Kau bidadari di pancuran bambu
Di antara padu kuning bernas padi

Ahh Kau...
Habis sudah kicau
Tentang indahmu
Dari hatiku

Timor120817

Sabtu, 29 Juli 2017

Kamu Telanjang

Akhir-akhir ini
Lebih sulit menggores kata
Telah ku eja kembali
Bait demi bait yang pernah ku tulis
Ohhh...ternyata telah sekian lama
Aku telanjangi diri
Ohh..imajinasiku
Haruskah ku buang pena dan kertas
Demi menjegal kepicikanmu ?

Timor280717

Sabtu, 22 Juli 2017

Pemburu Jingga

Pantai adalah istana
Debur lembut ombak
Riak buih bagai permadani salju
Tempat hilir mudik imaji
Rindang lontar jadi beranda
Sejuk sepoi angin
Tapaki kilau pasir basah
Surga berjuta keluh kesah
Iringi mentari pulang
Ikhlas hari demi hari
Sekedar hanguskan resah
Hadir tak henti-henti
Di kepalamu ada sadar
Harimu sia-sia
Tapi hatimu terlalu kecut
Berhenti candai jingga
Jingga yang setia cumbui senja
Seperti setiamu pada pesisir barat tanah ini
Pada rona jingga langit sepi
Tempat kau buang jutaan resah
Esok aku akan kembali
Menemanimu menatap langit
Entah jingga esok
Sebuah nikmat Ilahi
Atau masih sekedar penghibur luka
Timor21072017

Kamis, 13 Juli 2017

Kosong...

Hari ini
Sejenak benak pulang
Kunjungi masa lalu
Masa yang serba riang

Setengah bersandar pada dipan tua
Yang kerap riuh berderit
Kasur kapuk yang sebentar lagi lapuk
Dulu membuaiku empuk
Gitar tua yang dulu setia menemaniku
Melangkah gagah pada panggung-panggung kota
Masih tampak sangar di dinding
Meski tak terawat penuh debu
Hilang sudah sepi
Sepi yang dulu menyedot berlinting-linting tembakau
Sepi yang dulu menghembus pekat asap
Wadah ku lukiskan lengkung dagumu
Punah sudah sunyi
Sunyi yang dulu temaniku candai lukis wajahmu
Sunyi yang mengajakku tarikan jari
Lahirkan nada demi nada tentangmu tentang kita
Kini ku dapati lagi
Sunyi juga sepi
Tanpa aroma tembakau
Tanpa denting nada-nada
Hari ini
Sunyi
Sepi
Juga kosong

Timor120717

Kumbang dan Kembang

Begitu banyak tutur
Kau coretkan tiap waktu
Hingga detak waktu tak pernah tidur

Menyanyikan bahasamu

Kias yang kau gelar
Maniskan umpat yang kau cecar
Berjuta kepala dengan bibir mekar
Memuji tiada sekedar
Kerut dagumu
Menggambar senyum seumpama kembang tak bernama
Indah itu pasti
Harum ? tak pasti nasib kumbang yg t'lah menghirupnya
Hingga si kumbang kecil itu
Yang menulis ini
Setelah membaca itu
Mulai henti merintih
Tuhan maha pandai melukis ujudmu
Tuturmu bukan halangan
Mengundang kumbang itu berdecak kagum
Pada tiap-tiap sosokmu yang ranum
Apalah arti sebuah kata
Cuma lidah yang menari bebas
Apa juga arti sebuah bahasa
Hanya bahasan di waktu luang
Kembang itu kau
Yang selalu mekar
Kumbang kecil itu aku
Yang selalu hanya diam,
Membaca,
Dan menulis untuk melukismu...
Timor070717

Sabtu, 10 Juni 2017

Di Timur Matahari

Di timur mata angin
Benih-benih mentari merajah puncak-puncak persada
Cucupi bening butir embun
Pada kuncup-kuncup permadani hijau

Nampak lamban merayap
Barisan lengkung tanduk
Susuri setapak
Sungguh itu bukan manusia yang tau aturan

Penghuni lembah terpesona
Anak gembala
Kepak kupu-kupu
lantunkan hymne pada tuan jagat

Sungguh keindahan itu abadi
Setelah tiada
Di gilas kaki tangan baja
Wajah-wajah penjarah

Di timur mata angin
Benih-benih mentari merajah puncak-puncak menara
Cucupi jernih jejak embun
Pada bidang pualam gedung menjulang

Penghuni kota lalu terhenyak
Bising mesin
Deru kendaraan
Merontah hidupkan kota

Sungguh ini indah yang berbeda
Seruling gembala telah punah
Bibir yang dulu lembut meniupkan nada
Kini berkeliaran menjual kabar hari ini

Kepak kupu-kupu
T'lah mati hymne buat tuan jagat
Lentik sayap pun kusam
Hitam mengibas polusi

Rahim bumi telah mandul
Alam tak lagi romantis bersenggama
Tiap ejakulasi lahirkan nestapa
Bencana bagi seantero persada

Ahh...Keindahan itu...


Timor100617


Kamis, 08 Juni 2017

Dimana Kaki Surga...

Surga dan neraka
Masih kabar akbar
Di tiupkan turun temurun
Bibir ke bibir

Salut buat bangga-bangga
Pada dada dan kepala
Pernah gadai nyawa
Demi kabar akbar

Sementara parade martir
Berakhir di mana
Menjadi apa
Masih sangka-sangka

Gamang...
Teringat mama
Pernah gadai nyawa
Demi aku bisa tertawa

Bimbang...
Timbang-timbang
Rela mati demi apa
Pengecutku berpikir

Demi kabar ?
Tentu
Maka ada luka
Pengorbanan mama sia-sia

Demi mama ?
Itu bakti
Dan kabar
Masih juga sangka-sangka

Dan aku ingin surga...


Timor090617

Selasa, 30 Mei 2017

Sampah Kepala dan Dada

Pongah tawa
Terbahak
Merampas rerimbunan riang
Sisa kerut wajah-wajah gersang

Sesenggukan
Serak
Ratapi onggok-onggok diam
Muntahan maut kekenyangan di jamu angkara

Gamang
Tengadah
Bercermin pada langit
Tanpa ekspresi apa-apa

Kenapa ?
Kenapa pongah tawa
Kenapa sesenggukan
Kenapa gamang

Hei...
Itu sepakat lama
Kenapa telan bulat-bulat
Kita mesti sepakat lagi

Mari benahi sampah kepala dan dada
Tulis kembali kesepakatan baru
Menang tidak berarti pahala
Kalah bukan berarti kutuk
Gamang tak terhina sebagai tak bernyali

Langit ya langit !
Bumi ya bumi !
Jika di aduk jadi sampah.

Timor240517"Mea Culpa".

Minggu, 23 April 2017

Bayangan Masa Lalu

Ku nikmati lagi dan lagi
Gerimis dingin senja ini
Ku tapakl basah jelaga hitam
Meliuk menjalari kota ku

Ku pacu lambat roda dua
Tunggangan penuh kenangan
Tak peduli gerimis memeluk kuyup
Lalui arah yang sama

Ku pastikan kau sedang menunggu
Gubuk kecil reot penambal ban
Tempat yang istimewa
Untuk pertemuan yang hangat sembunyi-sembunyi

Kau selalu setia menanti
Lambaikan tangan padaku
Senyum masih terangkai sama
Lesung pipit dengan rambut basah menjuntai

Aku berpaling, ku lajukan roda dua
Menyeruak menembus titik gerimis yang kian deras
Ini bayangan masa lalu
Dari rindu yang terlalu dalam tertanam

Akan ku lalui kembali arah ini
Di setiap gerimis senja
Masih ada rindu pada pelukan hujan
Pada gigil yang melenakan
Hingga titian berjelaga ini pudar
Membawa serta rindu
Yang tak pernah mampu ku hapus

Timor05042017

Jumat, 24 Maret 2017

Surga Pun Terjepit

Makhluk-Makhluk cantik
Mengundang simpatik
Sexy nan menggairahkan
Mengusik birahi-birahi

Tirai aurat dari bahan berkelas
Mengembang terbang di tiap langkah
Di atas hak-hak tinggi
Menetes liur-liur dari lidah yang memanjang

Senyum puas terpantul dari seringai lapar seisi gedung menjulang
Atas kedigdayaan yang memabukkan
Bangga pada sepotong masa
Pada waktu yang sedang mampu kau jinakkan

Aku termangu
Begitu jelas surga terendus
Samar di balik tirai-tirai kesopanan
Tirai yang mungil sekedar ada demi melunasi pranata di ruang-ruang kota

Kasihan ada logika yang hilang
Bahwa sedari lahir kau sudah sekuntum bunga
Ada lupa yang mendarah daging
Bahwa sesuatu bernilai tinggi di nilai dari bentuk penghargaan yang juga tinggi

Maka kebanggaan yang di junjung
Adalah sesuatu yang tak perlu di jaga sungguh-sungguh
Kebanggaan yang di tenteng kesana-kemari
Hanyalah aura murahan diri

Demi kekuasaan ikhlas jadi budak
Demi kemewahan rela jadi murahan
Tak lama lagi atau bahkan sudah
Berbagi surga jadi sebuah kelaziman

"Paham ?".
Lalu kau bilang...
"Ini tuntutan kerja...".
Aku diam...
lalu kau sinis berujar sambil berpangku kaki...
"Sekarang udah jaman emansipasi mas...!".
Aku terperangah menatap nanar
Bahkan surga nampak terjepit di hadap ku


Timor@Terminal Qoe_Punk
24032017

Minggu, 19 Maret 2017

Impian Dalam Mimpi

Malam ini rembulan nampak tergesa
Di dermaga lenggokmu tak seirama lenggangnya
Menyongsong kedatanganku
Sekian lama merajut asa lalui berbait kata

Selipat kecil sutra lembut mantap dalam genggam
Terbeli dari upahku berjemur kulit
Ini yang pertama ku beli
Hanya untuk puas hati kepada separoh hati

Sosokmu membidadari dengan aura sinar terang
Setara pijar angkasa yang mendewi di atasmu
Sisa ku tautkan sutra lembut di lingkar kepalamu
Kau seutuhnya bidadariku

Anggunmu butakan waktu
Niat yang kemarin berjalan berat nan lambat kini bergelayut manja pada tiang-tiang dermaga
Senyum gemulai di lingkar dagumu
Ku bentang sutra lembut di atas wangi rambutmu

Mentari datang mengusik kantuk
Aku terpental jauh
Sosokmu sirna termakan jarak
Wangi rambutmu pudar terhisap mata pijar angkasa yang mendewa

Sadarku mangangguk
Ini mimpi...,
Ini juga impian...
Sadarku menggeleng

Timor200317

Rabu, 15 Maret 2017

Di Dunia Yang Ini

Legam kasar jemariku kerap mencumbui jejak-jejak lentik jemarimu
Sebentuk ikhlas yang menyenangkan
Tanpa pamrih
Aku adalah suka
Datang bagai hujan
Sirami setiap jejak yang kau lukis
Lalu berlalu
Di tiap pagi siang sore dan malammu
Benci ?
Itu urusanmu
Suka ?
Terserah
Bosan ?
Marah ?
Tuangkan pada jejak-jejak baru
Aku akan kembali bagai hujan
Bersama suka ku

Timor11032017

Maafkan Aku Hati...

Seperti belajar melukis
Dengan senyum merekah manis
Warna-warni pasti yang kau gores
Membentuk raut tangis
Sekilas kau terperangah

Setiap garis-garis halus yang kau tarik
Coba berbisik pada sketsa
Tersenyumlah pada dunia
Wajah itu semakin muram menatapmu

Kau makin tersenyum lebar
Lalu melukis sekuntum mawar
Pada kuping sang wajah sketsa
Kecut mengkerut rona pipi itu

Kau tertunduk
Coba sembunyi dari tatapan itu
Seribu kali kau tersenyum
Seribu gurat sedih yang kau gores

Coba kau selami
Kedalaman suara hati
Temukan tempatmu bersembunyi
Hati berbisik tak mungkin

Selembar kanvas putih
Ikhlas kau sapukan kuwas
Pada satu garis lurus
Wajahmu bersemu merah

Itu aku
Aku yang ini
Yang menatap sketsa ini
Ujarmu berbinar

Mendung perlahan tersibak
Kilau mentari menatapmu hangat
Cairkan kebekuan yang lama bekap hati
Aku tau telah lama aku penipu

Jujurmu telah lama subur
Tumbuh di penggal hayatmu dalam diam
Bagai rumpun kaktus di tengah gurun
Tak binasa oleh badai pasir yang menderu-deru

Tapi kau terus berlari
Ikuti setiap lekuk fatamorgana
Karena jujur yang ini
Jujur yang terlalu dalam melukai

Maafkan aku hati...

Timor060317

Rabu, 01 Maret 2017

Senja Pantai Teddys

Mentari melukis wajah elok
Melatari ufuk timur
Di batas laut
Senja pantai teddys

Semilir angin sejuk menggapai hati
Sehabis berduyun-duyun menggulung ombak
Desahan ombak mesra berbisik basah
Pada tiang-tiang dermaga tua

Di lapak kecil beraroma kopi manis
Seraut wajah manis tak bersuara
Hanya mata berbicara
Menulis canda di pelataran jingga

Wajah yang selalu setia menanti
Kilauan pasir memainkan kerlap-kerlip jingga
Riuh mencandai sisa-sisa jejak mentari
Sebuah kepergian yang berulang

Hingga jingga pun hilang
Kecut membayangi pesonamu
Terlintas hilang yang pernah mendera
Pada sepenggal waktu yang pernah kau lalui

Tak perlu kau bawa-bawa kenangan itu nona
Biarkan pergi bersama jingga kali ini
Bahuku akan selalu ada di tiap-tiap senja
Bersama menulis canda di tiap-tiap jingga


Timor@pantai Teddys010317


Sabtu, 25 Februari 2017

Di Bawah Langit Februari

Lihat...
Dia mulai letih mengencingiku
Lalu sedang melenggang pergi
Sementara di bawah selangkangannya
Ohh lihat...
Ada senyum kepuasan
Hanya aku sebatang kara
Dan lainnya...
Coba gapai apa saja untuk menahannya pergi

Rabu, 22 Februari 2017

Di Runyamnya Takdir

Sepi menghampar wajah langit
Dia yang hari ini bersalin kulit
Awan hitam penuh selulit
Legam terbersit

Mata menjelajah diam
Bertanya pada relung-relung kelam
Akankah sepi belum akan terbenam
Pada sepi raut wajah runyam

Gejala alam yang mulai akrab
Saat kau pergi membawa marah
Tenggelam jauh dan lama
Demi mengejar berkah seribu kali melebihiku

Ibu tertunduk di depan perapian
Kuyu dengan bahu kurus bergetar
Air mata menetes
Mengukir lingkar-lingkar kecil debu arang

Dan selalu aku begitu rindu peraduan
Menyapu relief bilah-bilah bambu
Di redupnya langit anganku
Mengorek simpul tali rotan dimana ku penjarakan setiap runyam hatiku

Kini aku sudah dewasa dan gagah
Tapi aku yang dulu kecil dan lusuh
Tetap hidup abadi dalam jiwaku
Kedewasaan ini hanya sebuah amarah

Amarah yang tumbuh dari kanak
Saksi setia pada tiap-tiap tangis ibu
Dari bening mata bocah
Yang melukis pada celah sempit dinding bambu

Ahhh...
Sudah dulu...
Terlalu kecil penjara itu
Takan muat menampung runyam yang ini

Aku kembali begitu rindu peraduan... 

Jumat, 17 Februari 2017

Pre_Diksi

Membaca...
Nikmat seperti bersenandung
Menulis...
Lembut seperti menari

Bahagia
Sedih
Tertawa
Menangis
Itu jiwa-jiwa yang bermain di dalamnya

Minggu, 12 Februari 2017

Cemburu

Malam bernyanyi sepi
Detak jam dinding berapi-api
Masih enggan dia untuk menepi
Meski sia-sia menjejak tiap angka

Setangkai kembang seruni terlihat letih
Tercekik di sela-sela jemariku
Mahkotanya yang kuning tak lagi berseri
Jenuh pada sebuah keyakinan

Tak apa-apa
Telah ku pikirkan dalam-dalam
Ku timang-timang
Aku tak perlu menunggu siapa-siapa

Ku coba berdamai dengan malam
Rasanya kini tak lagi kelam
Tak lagi angin menyapa seram
Seiring gelap menghantarku tenggelam

Ku pijarkan mata pagi ini
Taman berwarna-warni
Ohh...mereka berpasang-pasangan
kupu-kupu kuning nikmati kembang seruni

Aku di lumat cemburu
Terseret ke dasar kalbu
Ruang kecil tempatku kerap menggerutu
Tentang segala yang mengganggu

Jam dinding tergolek berdetak samar dan lambat
Ku tatap lekat-lekat
Telah pecah berantakan
Setangkai kembang seruni terkapar layu di sana

Teringat malam tadi
T'lah ku hempaskan marahku
Ketika setangkai kembang seruni
Tiada mampu dinginkan hati
Pada detak waktu yang menghimpit dada

Senin, 06 Februari 2017

Aku Laki-Laki,Nona...

Daun-daun layu
Di seantero resah wajahmu
Kau berpaling muka
Di tengkukmu ranting-ranting patah bergemuruh

"Pergi...!".
Desah lemah di balik getar bahumu
Seketika lembayung hitam merengsek
Selimuti siang malamku

Sepenggal jejak
Kala itu kita bodoh menghembus bara
Hati kita lepuh di bakar api
Cinta meleleh lantas menguap sirna

Kini rintihanmu begitu parau
Menggema di tiap-tiap siang dan malamku
Merdu mendesah di pelataran jiwaku
Mencumbui nikmat laraku

Nona...
Tutup saja matamu
Biar tak jengah meradang
Saat ku sibak lembayung hitam itu

Jangan ada tangis
Jangan ada sesal
Tak perlu luruh hatimu
Aku laki-laki...

Tangisku kini adalah senyuman
Yang dulu kau sambut malu-malu
Luka ku adalah canda
Yang pernah kau hirup bagai candu di lenganku

Nona...
Kau bahkan tak pernah tau
Setiap cinta yang pernah coba obati lukamu
Selalu datang menyapamu melalui doa-doa ku

Sebab aku laki-laki...

Minggu, 05 Februari 2017

Kupu-Kupu

Kepak sayap berirama
Kau ayun dengan indahmu
Sesekali pijakmu kokoh
Pada tangkai berayun

Kau reguk setiap madu
Pada cawan mahkota indah
Itu bukan sombongmu
Itu kasih yang kau beri

Lincah gerakmu
Singgahi setiap singgasana
Reguk setiap birahi
Janjikan sebentuk romantika

Ceria gerakmu adalah budi
Lembut sentuhmu adalah keikhlasan
Mengirim ribuan romantika
Hadirkan berjuta puisi

Liar mu kelopak bunga yang menanti
Lincah mu setubuhi tiap-tiap kembang mekar mewangi 
Kupu-kupu...
Pada setiap kepak sayapmu
Bunga adalah romantika
Pada setiap pijakmu
Sentuhan adalah puisi

Selasa, 31 Januari 2017

Kali Ini...

Di sini ribuan puisi pernah meringkuk
Bisu dalam lumatan kertas
Sekarat penuh debu
Lusuh memudar dan binasa

Tapi puisi ku tidak pernah mati
Syukurku tak jua terhenti
Apa yang ku tulis
Sudah lebih dulu di bahasakan hati

Mata pena ku pernah berulang mati dan berganti
Lembar hidup ku selalu terluka dan pulih silih berganti
Hidangan Ilahi yang ini
Seni yang paling bernilai

Aku bukan mata pena dengan idiom nan indah
Aku bukan lembab tinta bertekstur majas
Aku bukan wadah kertas berbingkai bunga
Aku hanya sekeping hati penuh syukur

Ku daraskan syukur pada Ilahi
Kata demi kata ku eja dari hati
Huruf demi huruf ku patri hati-hati
pada lembar demi lembar waktu yang ku lalui

Sekali ini lagi
Setelah ribuan kali ku daraskan syukur
Mata pena ku selalu siap mati
Wadah kertas ku tak pernah muak
Bahkan lembab tinta ku tak sekalipun jengah
Menorehkan puji dan hina ku

Jumat, 27 Januari 2017

Oh Januari...

Januari...
Nafas mu pekat berkabut
Sapa  mu halilintar membentak bumi
Tangis mu merdu menjamah alam raya
Keringat mu lembab memercik persada

Januari...
Sebuah nama penuh cinta
Kau  sebuah tradisi
Sejak dunia mulai berdiri
Di tapaki kaki-kaki penghuni

Januari...
Sejak gunung-gunung belum mendidih
Hingga meleleh hanguskan jagat
Kau selalu angkuh dengan sikap yang gagah
Sebuah kerinduan yang terus berulang

Januari...
Sejuk mu hidupkan dunia
Bunga-bunga riang berwarna-warni
Kupu-kupu ceria menari-nari
Kerlap-kerlip girang kunang-kunang

Januari...
Dingin mu hadirkan generasi
Sajak-sajak berkecipak irama birahi
Lenguh syukur pada buaian romantis mu
Oh...januari...


Selasa, 24 Januari 2017

Seperti Angin

Di belantara maya
Lagu mu merdu membahana
Membasahi lengang singgasana
Hati para pertapa

Seperti angin menggerayangi persada
Menjawab rindu-rindu yang lama
Sunyi bagai langit malam
Sepi bagai hutan cemara

Hembus mu mengecoh alam
Rimbun berayun tak tentu arah
Nikmat yang Menghujam
Rindu yang terbenam

Mengorek-ngorek luka lama
Pilu yang telah membatu
Rasa yang pernah mati membeku
Nestapa yang telah lahir tidur membujur

Lalu mu mekarkan pucuk-pucuk rebah
Tersenyum rekah kuncup-kuncup segar
Wangi warna-warni bunga
Membuai kumbang tersenyum girang

Sejenak seperti angin
Hembus merdu lagu mu
Sisakan kegaduhan di belantara maya
Kau...

Sabtu, 21 Januari 2017

Selamat Jalan Malam

Malam mencetak sudut-sudut gulita
Remang merangkak terbata
Rembulan kian tampak ayu
Kembang yang tiada pernah layu

Langkah-langkah kecil mengibas rerumputan
Cekikikan di sela jari jemari kaki pepohonan
Suara-suara pemuja malam
Bersyukur pada kelam yang membungkus alam

Membelah bisu
Di tengah kicau burung hantu
Menggapai surga karam
Di tengah desah angin malam

Cinta berselimut embun
Dingin menyapu ubun-ubun
Hati menggigil ragu
Mati rasa dan membiru

Paras-paras berubah jelita
Mangsa dari buaian kata
Senyum letih tertata
Koyak kemurnian cinta

Esok embun tersibak
Wangi malam pun pudar
Di sela jari jemari dahan pepohonan
Kau gantungkan seikat tangis
Bersama hati dan surga mu

Sisa air mata menetes
Menitik bumi
Perlahan memerah darah
Mentari membawanya pergi

Jauh......

Rabu, 18 Januari 2017

Sejak Aku di Anugerahi Nestapa

Sejak aku di anugerahi nestapa
Senyum mu yang rupawan
Tuturmu yang menawan
Tak lagi manis menyapa

Berdenyut-denyut waktu terlewat hambar
Candamu bising pesawat memekakkan telinga
Tawamu halilintar merobek angkasa
Elus halusmu gelombang menampar karang
Hatiku pecah bagai ombak

Linang air matamu gelinding batu cadas di tebing terjalmenjadi bangkai
Harum tubuhmu busuk sesakkan dada
Juntai rambutmu cambuk mencabik kulit
Dalam pelukmu aku luka parah

Sudut bibirmu yang membiru
Bola matamu yang merona merah
Kontaminasi racun yang ikhlas kau bagi cuma-cuma
Aku takkan binasa sayang

Bisamu tak mematikan
Seperti mereka
Satu persatu menjadi bangkai
Dari nikmatmu yang melenakan

Sejak aku di anugerahi nestapa
Sekuat karang aku menjulang
Kau tinggal kelembaban pasir
Kala laut surut di tepian pantai

Minggu, 15 Januari 2017

Sekuntum Mimpi Dari Desa

Hamparan sawah apik membentang
Nampak padi rapih merunduk
Dari bola mata basah para petani
Terlukis bulir-bulir yang belum berisi

Ini hari kesekian
Ketika air bah datang membilas wangi keringat dan lumpur
Wangi keringat yang begitu lembut di sambut istri di pekarangan
Noda lumpur yang begitu akrab di peluk si kecil

Bumi telah resah
Menjadi saksi keangkuhan manusia
Makhluk yang tak pernah mampu terbang
Tapi lupa sedang makan dan buang kotoran pada tanah yang sama

Pikiranku gamang
Istriku redup menatap lahap si kecil
Ku dorong pelan sepiring nasi jagung
"Nak, habiskan punya bapak...,bapak belum lapar".
Nampak riang si kecil dengan lahap
"Semoga kelak..,kau menjadi orang baik dan kaya anakku".

Ku lirik istriku
Butiran bening merembes turun dari rapih bulu matanya
Pundakku bergetar hebat
Demi menahan gejolak rasa yang ingin tumpah

Api lampu teplok
Berayun kesana-kemari di permainkan angin
Sebentar lagi akan hujan
Ku rangkul istri dan anakku untuk beranjak
Mengejar mimpi di peraduan



Senin, 09 Januari 2017

Di Penjaramu

Diamku Hanya tak bersuara
Anganku terpatri pada satu arah
Gelombang rasa kian bergejolak sorak
Untukmu dada ini merah membara

Diamku penjara yang kau bangun
Aku nikmati hunian ini
Gelap dari pijar-pijar mata angkasa
Ubahku jadi beku mematung

Di wajahmu tiap huruf awal kalimahku berbaris manis
Di senyummu lengkung kalimahku tergolek elok
Di candamu tarian kalimahku hening tersungging
Di penjaramu banjir kalimahku riuh
Menderu-deru bagai peluru

Ku saksikan ini sebagai patung !

Jumat, 06 Januari 2017

Selamat Malam Kota

Jelang tengah malam
Jalan kotaku suram
Aura malas kerling lampu jalan
Bagai mata mata susah
Ina penjual kacang kulit yang resah

Mata yang memerah
Tak pernah menyerah
Menatap lampu-lampu sedan mewah
Hilir mudik mengibas debu
kau tetap kalam
Seperti alunan api lampu minyak
Satu-satunya teman menghalau nyenyak

Setiap malam adalah hidupmu
Dan siang adalah baktimu
Wajahmu yang menghitam
Bukan bias dari kepayahan
Sebab senyum yang menghiasinya
Bukan senyum murahan
Kulitmu yang mulai mengeriput
Bukan iritasi akan kesusahan
Sebab kulit itu
Memang bukan barang yang kau perdagangkan

Tak pernah resah pada apa yang kau jalani
karena jalan ini adalah caramu hidup
keresahan itu hanya kepada
kenapa setiap malam harus berganti siang
Karena jalan yang kau pilih
Adalah satu-satunya kehidupan malam yang suci