Di sini ribuan puisi pernah meringkuk
Bisu dalam lumatan kertas
Sekarat penuh debu
Lusuh memudar dan binasa
Tapi puisi ku tidak pernah mati
Syukurku tak jua terhenti
Apa yang ku tulis
Sudah lebih dulu di bahasakan hati
Mata pena ku pernah berulang mati dan berganti
Lembar hidup ku selalu terluka dan pulih silih berganti
Hidangan Ilahi yang ini
Seni yang paling bernilai
Aku bukan mata pena dengan idiom nan indah
Aku bukan lembab tinta bertekstur majas
Aku bukan wadah kertas berbingkai bunga
Aku hanya sekeping hati penuh syukur
Ku daraskan syukur pada Ilahi
Kata demi kata ku eja dari hati
Huruf demi huruf ku patri hati-hati
pada lembar demi lembar waktu yang ku lalui
Sekali ini lagi
Setelah ribuan kali ku daraskan syukur
Mata pena ku selalu siap mati
Wadah kertas ku tak pernah muak
Bahkan lembab tinta ku tak sekalipun jengah
Menorehkan puji dan hina ku
Bisu dalam lumatan kertas
Sekarat penuh debu
Lusuh memudar dan binasa
Tapi puisi ku tidak pernah mati
Syukurku tak jua terhenti
Apa yang ku tulis
Sudah lebih dulu di bahasakan hati
Mata pena ku pernah berulang mati dan berganti
Lembar hidup ku selalu terluka dan pulih silih berganti
Hidangan Ilahi yang ini
Seni yang paling bernilai
Aku bukan mata pena dengan idiom nan indah
Aku bukan lembab tinta bertekstur majas
Aku bukan wadah kertas berbingkai bunga
Aku hanya sekeping hati penuh syukur
Ku daraskan syukur pada Ilahi
Kata demi kata ku eja dari hati
Huruf demi huruf ku patri hati-hati
pada lembar demi lembar waktu yang ku lalui
Sekali ini lagi
Setelah ribuan kali ku daraskan syukur
Mata pena ku selalu siap mati
Wadah kertas ku tak pernah muak
Bahkan lembab tinta ku tak sekalipun jengah
Menorehkan puji dan hina ku