Jumat, 24 Maret 2017

Surga Pun Terjepit

Makhluk-Makhluk cantik
Mengundang simpatik
Sexy nan menggairahkan
Mengusik birahi-birahi

Tirai aurat dari bahan berkelas
Mengembang terbang di tiap langkah
Di atas hak-hak tinggi
Menetes liur-liur dari lidah yang memanjang

Senyum puas terpantul dari seringai lapar seisi gedung menjulang
Atas kedigdayaan yang memabukkan
Bangga pada sepotong masa
Pada waktu yang sedang mampu kau jinakkan

Aku termangu
Begitu jelas surga terendus
Samar di balik tirai-tirai kesopanan
Tirai yang mungil sekedar ada demi melunasi pranata di ruang-ruang kota

Kasihan ada logika yang hilang
Bahwa sedari lahir kau sudah sekuntum bunga
Ada lupa yang mendarah daging
Bahwa sesuatu bernilai tinggi di nilai dari bentuk penghargaan yang juga tinggi

Maka kebanggaan yang di junjung
Adalah sesuatu yang tak perlu di jaga sungguh-sungguh
Kebanggaan yang di tenteng kesana-kemari
Hanyalah aura murahan diri

Demi kekuasaan ikhlas jadi budak
Demi kemewahan rela jadi murahan
Tak lama lagi atau bahkan sudah
Berbagi surga jadi sebuah kelaziman

"Paham ?".
Lalu kau bilang...
"Ini tuntutan kerja...".
Aku diam...
lalu kau sinis berujar sambil berpangku kaki...
"Sekarang udah jaman emansipasi mas...!".
Aku terperangah menatap nanar
Bahkan surga nampak terjepit di hadap ku


Timor@Terminal Qoe_Punk
24032017

Minggu, 19 Maret 2017

Impian Dalam Mimpi

Malam ini rembulan nampak tergesa
Di dermaga lenggokmu tak seirama lenggangnya
Menyongsong kedatanganku
Sekian lama merajut asa lalui berbait kata

Selipat kecil sutra lembut mantap dalam genggam
Terbeli dari upahku berjemur kulit
Ini yang pertama ku beli
Hanya untuk puas hati kepada separoh hati

Sosokmu membidadari dengan aura sinar terang
Setara pijar angkasa yang mendewi di atasmu
Sisa ku tautkan sutra lembut di lingkar kepalamu
Kau seutuhnya bidadariku

Anggunmu butakan waktu
Niat yang kemarin berjalan berat nan lambat kini bergelayut manja pada tiang-tiang dermaga
Senyum gemulai di lingkar dagumu
Ku bentang sutra lembut di atas wangi rambutmu

Mentari datang mengusik kantuk
Aku terpental jauh
Sosokmu sirna termakan jarak
Wangi rambutmu pudar terhisap mata pijar angkasa yang mendewa

Sadarku mangangguk
Ini mimpi...,
Ini juga impian...
Sadarku menggeleng

Timor200317

Rabu, 15 Maret 2017

Di Dunia Yang Ini

Legam kasar jemariku kerap mencumbui jejak-jejak lentik jemarimu
Sebentuk ikhlas yang menyenangkan
Tanpa pamrih
Aku adalah suka
Datang bagai hujan
Sirami setiap jejak yang kau lukis
Lalu berlalu
Di tiap pagi siang sore dan malammu
Benci ?
Itu urusanmu
Suka ?
Terserah
Bosan ?
Marah ?
Tuangkan pada jejak-jejak baru
Aku akan kembali bagai hujan
Bersama suka ku

Timor11032017

Maafkan Aku Hati...

Seperti belajar melukis
Dengan senyum merekah manis
Warna-warni pasti yang kau gores
Membentuk raut tangis
Sekilas kau terperangah

Setiap garis-garis halus yang kau tarik
Coba berbisik pada sketsa
Tersenyumlah pada dunia
Wajah itu semakin muram menatapmu

Kau makin tersenyum lebar
Lalu melukis sekuntum mawar
Pada kuping sang wajah sketsa
Kecut mengkerut rona pipi itu

Kau tertunduk
Coba sembunyi dari tatapan itu
Seribu kali kau tersenyum
Seribu gurat sedih yang kau gores

Coba kau selami
Kedalaman suara hati
Temukan tempatmu bersembunyi
Hati berbisik tak mungkin

Selembar kanvas putih
Ikhlas kau sapukan kuwas
Pada satu garis lurus
Wajahmu bersemu merah

Itu aku
Aku yang ini
Yang menatap sketsa ini
Ujarmu berbinar

Mendung perlahan tersibak
Kilau mentari menatapmu hangat
Cairkan kebekuan yang lama bekap hati
Aku tau telah lama aku penipu

Jujurmu telah lama subur
Tumbuh di penggal hayatmu dalam diam
Bagai rumpun kaktus di tengah gurun
Tak binasa oleh badai pasir yang menderu-deru

Tapi kau terus berlari
Ikuti setiap lekuk fatamorgana
Karena jujur yang ini
Jujur yang terlalu dalam melukai

Maafkan aku hati...

Timor060317

Rabu, 01 Maret 2017

Senja Pantai Teddys

Mentari melukis wajah elok
Melatari ufuk timur
Di batas laut
Senja pantai teddys

Semilir angin sejuk menggapai hati
Sehabis berduyun-duyun menggulung ombak
Desahan ombak mesra berbisik basah
Pada tiang-tiang dermaga tua

Di lapak kecil beraroma kopi manis
Seraut wajah manis tak bersuara
Hanya mata berbicara
Menulis canda di pelataran jingga

Wajah yang selalu setia menanti
Kilauan pasir memainkan kerlap-kerlip jingga
Riuh mencandai sisa-sisa jejak mentari
Sebuah kepergian yang berulang

Hingga jingga pun hilang
Kecut membayangi pesonamu
Terlintas hilang yang pernah mendera
Pada sepenggal waktu yang pernah kau lalui

Tak perlu kau bawa-bawa kenangan itu nona
Biarkan pergi bersama jingga kali ini
Bahuku akan selalu ada di tiap-tiap senja
Bersama menulis canda di tiap-tiap jingga


Timor@pantai Teddys010317