Jumat, 28 Oktober 2016

Bait Kerinduan

Selamat pagi separuh jiwa
Lagi apa di sana ?
Maaf baru sekarang
Hati merangkai selembar bait

Rindu ini akhirnya mendidih
Terbakar jilatan kuncup api
Sang nyala abadi dari ufuk timur
Kala mekar dengan rona merahnya

Riak ombak nampak sorak sorai
Bebaris kerlap kerlip
Beriring menggelar lembaran emas
Dari jilatan lidah-lidah apai

Seperti gulungan permadani
Tergelar menyambutku
Yang masih meringkuk menuai hangat
Pada pondok kecil pesisir barat

Selempang rindu yang melilit lusuh di leherku
Masih tabah membebani hariku
Setelah pertama kali hadir sebagai tanda ikatan cinta kita
Seperti tak rela rindu ini hilang dari pada ku

Cumbuannya begitu berapi-api
Di tiap detik demi detik
Hingga nafasku mesti kencang berlari
Imbangi degup dada yang terus melaju

Masihkah kau membuka-buka catatan lama ?
Seperti ku di sini
Tetap selalu tersenyum
Melukiskan cinta kita yang tak layu
Termakan keropos masa di dada ku

Adakah kau menitikkan air mata ?
Seperti ku di sini
Yang selalu haru
Ingin bertegur sapa lagi dengan mu

Sudikah kau memikirkan ku ?
Seperti ku disini
Yang tak pernah mampu
Menghapus bayangmu dalam hati ku

Sudah ya ...
Beberapa bait ini saja dulu
Sebagai awal tegur sapa kita kembali
Ku harap ada bait-bait rindu
Akan datang menyapaku

Teriring salam penuh rindu
Dari ku buat mu di sana ...



Minggu, 23 Oktober 2016

Bertanya-tanya

Aku adalah lautan tanya
Sejak riak pertama
Hingga gelombang telah menjadi tsunami
Belum ada jawab pernah tenggelam di sini
Kau adalah padang rumput misteri
Sedari kuncup tumbuh
Hingga memucuk dan gugur berganti
Tiada pernah ada satu kuncup kecil mampu ku semai di sana
Tidak seperti mereka
Wadas karang dengan tebing-tebing terjal
Tetap pasti menghibur
Dengan keajaiban indah fatamorgana
Di selimuti cantik kuntum abadi
Edelweis tak pernah ragu
Akar-akar kecil kokoh mencakar di lubang karang
Sengat mentari tak gentar ia tarungi
Aku.kau...
Kenapa masih berkutat disini
Mereka-reka setiap langkah
Hanya untuk tumbuh setangkai kembang
Terlalu sibuk untuk menjadi bunga indah
Terlalu memaksa demi menjadi pohon besar
Percuma...
Di kedalaman lautan tanya
Kita tak mampu menyelami jawab

Benar Manusia Harus salah

Hari ini mentari nampak letih
Awan tampil menawan
Bergerak lincah di angkasa
Tari kan irama halilintar
Pepohonan riuh berjoget
Nikmati hidangan langit
Angin menjilati liar tiap relung persada
Mengaduk-aduk bejana alam
Tumpah ruah...
Air mata dan badai
Bergelora bersatu padu
Seperti kumandang ringis petaka menjamu seringai amarah
Oohh...
Seluruh keluh kesah
Menjamah seluruh lekuk sabana
Yang dulu hidup hamparan ragu
Kelak tumbuh subur puncak-puncak hijau
Ini kepastian...
Akan apa yang kemarin di doa kan
Mesti bersyukur
Bukan mengumpat
Ini kemungkinan yang sudah sejak awal tak kenal ragu
BagiNya semua pasti
Tapi untuk di beri lebih
Kenapa kita belum pernah siap ?
Lunas sudah ego
Impas lah segala doa
Ketika tiada pernah memberi dan tiada lupa meminta
Di bebat satu tali kekang

Lukisan Buram Kaca jendela

Buram kaca jendela
Nampak habis menggigil
Di kuyupi hujan malam tadi
Sedikit kecewa pagi ini gambarmu pecah
Seperti tebaran beribu bintang di langit malam
Cintanya masih terpaku dengan cara lama
Cara mencintai yang unik dan sedikit remeh
Mencuri indahmu dari balik buram kaca jendela
Sambil merangkai dialog antara kepala dan hati
Untuk di nikmati sendiri
Cintanya tidak perlu untuk kau balas...
Hanya dengan mata
Hubungan jarak jauh kalah punya arti
Cinta yang rumit untuk di mengerti
Dan kamu...
Tenggelam dalam jenis cinta yang lain
Menunggu,
Jika ada remah-remah hati tercecer
Bahkan harus pula menggelinding ke arah mu
Kau berubah rakus dan buas
Emansipasi...,
Persamaan gender...,
Bagimu hanya untuk hal-hal yang menguntungkan
Hanya minta di mengerti dan di pahami
Huhh...
Selalu minta di anggap setara dengan laki-laki
Tapi kelebihan hati di balik ranum dadamu
Tak pernah mampu memahami
Ketika ada laki-laki yang butuh di kasihi
Bahwa dia lemah seperti perempuan
Kasihan...
Aku hanya bisa marah sambil merona merah
Ku nikmati lukisan hidup kau dan dia
Dari balik buram kaca jendela yang lain

Selamat Malam Kembang Sepatu Putih

Malam ini ku ikatkan hati pada kembang sepatu putih di ruang penantian
Angin malam bawaku terbang 
Menembus pekat halimun
Ku renangi bening embun butir demi butir
Aku teringat...
Hatiku masih ada pada kembang sepatu putih

Batas Berpikir

Tuan...
Kapan datang peri cinta ?
Aku ingin tau agung nya
Untuk ku bagikan
Persadaku tidak merana gersang
Tiada pula membara rindu
Ini ruam kecil hati
Yang kian melepuh
Tergesek oleh hiruk pikuk tanya
Tentang cinta yang universal
Juga kasih yang tiada batas
Benarkah itu Tuan ?
Ketika anak manusia
Saling sayat penuh bangga
Hingga perih begitu seni mempermainkan rasa
Lalu terbit pencerahan
Ya....
Cintaku akan indah
Saat selaras dengan dogma dalam kepala
Hmm...
Cinta tidak seluas samudera
Kasih pun berbatas
Keluasan dan tiada batas yang kau anugerahi kepada anak manusia
Telah kian menyempit
Tuan...
Beri kami petunjuk !

Dompet pun berteriak

Hari ini sama spt kemarin
Hari ke sekian yg ku rindukan di hari kemarin
Hari di mana ku tempatkan segala daya penantianku
Hari di mana kesungguhanku kembali di abaikan
Tolong lah hai penguasa
Aku memang cuma sebangsa kutu di mata mu
Hanya butuh sekali kau sentil
Aku cuma tinggal bangkai
Dengarlah suara ku
Yang parau dan tak merdu
Lihatlah keadaan ku yang gontai dalam kesuraman
Jangan kau biarkan redup gelora semangat penantianku
Ku mohon tak lagi kau biarkan awal bulan ini merangkak pergi
Pergi menuju penghujung bulan
Sungguh itu masa yang paling ku benci
Kenapa kau deritakan aku dalam penantian ini
Tak tahu kah kau?
Provider kecintaanku sdh mengacung"kan tangan
Seolah berkata "hei Roni... cepat isi pulsa dan paket data mu ,sebelum ku blokir nomor mu...".
Beberapa hari ini aku selalu gemetaran tentang itu
Tak tahukah kau ?
Kepala ku telah terlampau pening
Demi mendengar suara nyut" dari meteran pulsa listrik ku
Tak tahukah kau ?
Mas jimy penjual bakso langgananku
Seperti makin rajin lalu lalang di depan rumah ku
Suara ketukan mangkuk baksonya bertalu" spt sedang mengiringi nyanyian merdu "Roni orang kere...berulang kali
Tahukah kau ?
Ini sudah tanggal 5 Tuan
Seharusnya kau mengerti
Bahwa dompetku sudah harus berisi
Kotak beras ku sudah harus penuh
Tolong...
Cairkan gaji ku
Agar penantianku terjawab
Supaya senyum ku juga boleh merekah
Seperti orang lain juga mengisi keceriaan tanggal muda mereka

Just Writing

Satu huruf yang ku ukir
Adalah gambaran
Terbit hingga terbitnya
Matahari ku
Satu kata yang ku tulis
Adalah lukisan
Terbenam hingga terbenam
Rembulan ku
Kematian.suara dan langkahku
Tak menjadi bencana
Karena aku tetap hidup
Menikmati kebesaranNya
Sebab menulis
T'lah menjadi buah
Atas ketidakmampuan ku
Menyuarakan hingar bingar
Lenggang alam raya

Pena dan Kertas

Mata pena ku tikam sejuta lara
Mata pena ku corat-coret ribuan marah
Mata pena ku lukis sekuntum bunga
Mata pena ku tarikan sebaris doa
Di mata pena ini ku tegaskan warna-warni dunia
Air mata ku menjejak
Amarah ku mengusut
Senyum ku merekah
Pada selembar kertas putih aku telanjang
Linting tembakau ku binasakan tanpa ampun
Suasana menggarapku menjadu buas
Sekat norma ku terjang dgn sekundung api amarah
Marah oleh jutaan tali kekang yang membebat ku
Selamat tinggal hari kemarin
Hingga ku jumpai pena dan kertas
Kini aku orang merdeka

Ingin

Kasih ku
Tak perlu meragu
Lorong kehidupan akan selalu berliku
Itu yang perlu kau tahu
Jika kau merasa hina
Hentikan saja apa yang kita bina
Semua bersuara karena ada kerelaan
Semua bergerak tanpa paksaan
Manis senyuman
Perih pengorbanan
Hanya akan menjadi cerita lama
Ketika kita sepakati sebagai drama
Cinta dan sayang itu tidak seperti gigolo atau pelacur
Yang datang karena di panggil atau rela hadir karena merasa dirinya sudah hancur
Cinta dan sayang itu hadir dari kepekaannya yang dalam atas aura yang kita wujudkan
Jangan pernah membuat dia tertipu
Jika itu terjadi...
Cinta dan sayang itu akan berubah menjadi silet yang teramat dalam menyayat
Hingga siapapun berani untuk mati demi menghentikan perih sayatannya
Ini hatiku
Mana hatimu ?
Biar ku rangkai dalam sekuntum doa
Demi niat yang abadi
Dimana perih dan senyuman adalah sama sebagai bahagia

Merdeka !

Mengukir relief
Setara dasar hingga puncak candi
(Kenangan ruang belajar "puisi 2,7")

Linglung

Siang ini mentari tuntas melakoni perannya
Aku menguap pelan" terlena pesonanya
Jazadku tinggal spt masih berpikir
Semuanya berawal lagi dari kosong
Setelah utuh satu malam ku belah dua batok kepala
Ku iris jadi dua lalu ku bentang lebar lempeng hati
Satu demi satu noda dan belatung ku eliminasi
Habis...tuntas...bersih
Berharap hanya hasrat hidup tanpa niat macam" menggumuli belantara diri
Andaikan bisa pulang ke masa lalu
Jinak manja di pangkuan bunda
Tertawa lepas
Walau belum mampu memberi makna
Itu mimpi
Tak terlarang meski tak mungkin
Selalu datang mengusik
Karena hari"ku yang sekarang...
Ahh...
Jazadku bergetar
Dua kelopak mata mengatup kuat...
Kuat sekali
Perlahan basah
Lahir mutiara kecil bening berkilau
Berat menggantung pada helai" bulu mata
Aku tersadar dari lena ku
Aku sedang menangis

Terbaca dari kata-katanya, Mereka pikir aku gila pikirnya

Sungguh selaras dengan inginku
Menjadi pribadi dgn super privasi
Semua nyanyianku,
Semua ungkapanku
Tangisku,
Tawaku,
Semua punya makna yang dalam
Cuma buat diriku
Kau dan mereka
Hanya akan berseteru
Bahkan hingga saling membunuh
Hanya demi mempertentangkan aku menurut maknamu dan makna mereka
Hahaha...
Hanya tinggal dia
Yang akan terlalu sulit untuk mengikuti inginku.

Kawan

Kawan...
Kau rembulan aku mentari
Tahukah kau
Setiap insan begitu penuh kerinduan
Melukis,
Mengukir,
Merajut,
Merenda indah perasaan mereka
Selalu pada sepotong waktu
Saat sejenak kita saling sapa pagi dan senja
Buang sudah panas yg menhanguskan
Lempar jauh dingin yang membekukan
Semua beban hanyalah titik air
Biarkan dia menjadi keindahan malam
Yang kemudian pergi lagi saat fajar
Karena takdir
Kita adalah kawan

Jika

Jika besok mentari tiada menyapa
Burung" takan melintasi angkasa
Pepohonan muram
Dedaunan tergolek lesu
Terhampar diam tanpa buaian bayu
Bunga" enggan menengadah gagah
Merunduk tidur menikam tanah
Setiap waktu adalah malam yang penuh kekosongan
Air pun memuncak menggenangi setiap tepi ku
Hingga aku larut ke dalam bumi
Ini lukisan buram benakku
Ketika aku mati

Orang NTT di Panggung sastra ( pos Kupang )

Orang NTT di Panggung Sastra
Jumat, 22 Juli 2016 01:57

POS KUPANG/OBY LEWANMERU
Oleh:Yohanes Sehandi
Pengamat Sastra NTT dari Universitas Flores, Ende
ORANG NTT yang berkiprah di panggung sastra belumlah banyak. Jumlah mereka baru 44 orang, 37 pria dan 7 perempuan. Yang paling tua GersonPoyk (85 tahun), paling muda Erlyn Lasar (22 tahun). Orang NTT menggeluti dunia sastra baru 55 tahun terakhir, sejak 1961. Sampai dengan 2016 ini, jumlah karya sastra yang mereka persembahkan kepada NTT, Indonesia, dan dunia sebanyak 157 judul buku. Adapun perinciannya, 64 judul buku novel, 41 judul buku kumpulan cerpen, dan 52 judul buku kumpulan puisi. Orang NTT yang memilih jalan sastra dan budaya sebagai medan pengabdian membangun peradaban masyarakat Provinsi NTT patut diberi apresiasi dan penghargaan dengan sebutan yang pantas, yakni sastrawan NTT. Sastrawan NTT adalah orang NTT yang berkiprah di panggung sastra.Mereka adalah diplomat NTT yang menggunakan karya sastra sebagai sarana diplomasi budaya NTT di tingkat nasional dan internasional.
Janganlah membayangkan para sastrawan NTT seperti pujangga atau resi atau peramal/dukun pada zaman kerajaan/kesultanan dahulu. Zaman sudah berubah.Makna kata sastrawan itu sendiri sudah mengalami perubahan, dari makna yang sempit menjadi makna luas. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (edisi ke-4, 2015, hlm. 1230), kata "sastrawan" diartikan sebagai (1) ahli sastra, (2) pujangga, pengarang prosa dan puisi, dan (3) orang pandai-pandai, cerdik cendekia. Jadi, dalam pengertian terbaru ini, sastrawan tidak hanya penyair, novelis, cerpenis, dramawan, tetapi juga ahli sastra dan kritikus sastra yang mempunyai keahlian di bidang sastra dan budaya.
Sampai dengan 2016 ini, dengan segala kelemahan yang bersifat manusiawi, saya berhasil melacak dan mengidentifikasi 44 orang NTT yang berkiprah di panggung sastra. Merekalah sastrawan-sastrawan NTT. Baik dalam buku Mengenal Sastra dan Sastrawan NTT (2012) maupun dalam buku Sastra Indonesia Warna Daerah NTT (2015), saya membuat pengelompokan (periodisasi) sederhana para sastrawan NTT ini.
Dalam melakukan pengelompokan, saya mengurutkan nama-nama sastrawan NTT berdasarkan usia/umur. Mulai dari yang berusia tua sampai dengan yang berusia muda. Dalam pengelompokan sastrawan ini, saya memilih istilah "lapis," sehingga ada sastrawan NTT lapis pertama, sastrawan NTT lapis kedua, dan seterusnya. Rentang jangka waktu antara lapis satu dengan lapis yang lain 19 tahun. Pengamat dan kritikus sastra Yoseph Yapi Taum (2014) memilih istilah "generasi" untuk tujuan yang sama.
Sastrawan NTT Lapis Petama adalah sastrawan NTT yang lahir pada tahun 1931-1950, sebanyak 10sastrawan. Mereka adalah (1) Gerson Poyk (lahir pada 16 Juni 1931 di Namodale, Rote Ndao); (2) Frans Mido (lahir pada 7 November 1936 di Wolosambi, Nagekeo); (3) A.G. Hadzarmawit Netti (lahir pada 9 Oktober 1941 di SoE, Timor Tengah Selatan); (4) Dami N. Toda (almarhum, lahir pada 29 September 1942 di Pongkor, Manggarai, meninggal dunia di Hamburg, Jerman pada 10 November 2006); (5) Umbu Landu Paranggi (lahir pada 10 Agustus 1943 di Sumba Barat); (6) Julius R. Sijaranamual (almarhum, lahir pada 21 September 1944 di Waikabubak, Sumba Barat, meninggal dunia di Jakarta pada Mei 2005); (7) Willem B. Berybe (lahir pada 28 Desember 1946 di Ranggu, Kuwus, Manggarai Barat); (8) Ignas Kleden (lahir pada 19 Mei 1948 di Waibalun, Larantuka, Flores Timur); (9) John Dami Mukese (lahir pada 24 Maret 1950 di Menggol, Manggarai Timur); (10) Leo Kleden (lahir pada 28 Juni 1950 di Waibalun, Larantuka, Flores Timur).
Sastrawan NTT Lapis Kedua, lahir pada tahun 1951-1970, berjumlah 15 sastrawan. Mereka adalah (1) Usman D. Ganggang (lahir pada 15 Februari 1957 di Bambor, Manggarai Barat); (2) Agust Dapa Loka (lahir pada 8 Agustus 1959 di Waimangura, Sumba Barat Daya); (3) Willy A. Hangguman (lahir pada 7 November 1959 di Ruteng, Manggarai); (4) Bernard Tukan (lahir pada 23 November 1959 di Larantuka, Flores Timur); (5) Maria Matildis Banda (lahir pada 29 Januari 1960 di Bajawa, Ngada); (6) Yoss Gerard Lema (lahir pada 24 September 1960 di Larantuka, Flores Timur); (7) Fanny J. Poyk (lahir pada 18 November 1960 di Bima, Nusa Tenggara Barat); (8) Marsel Robot (lahir pada 1 Juni 1961 di Taga, Manggarai Timur); (9) Vincentcius Jeskial Boekan (lahir pada 4 Desember 1961 di Baa, Rote Ndao); (10) Yoseph Yapi Taum (lahir pada 16 Desember 1964 di Ataili, Lembata); (11)Petrus Kembo (lahir pada 15 Mei 1965 di Kupang); (12) Buang Sine (lahir pada 30 Juni 1967 di Kupang); (13) Sr. Wilda, CIJ (lahir pada 3 September 1967 di Rende, Manggarai Timur); (14) Mezra E. Pellondou (lahir pada 21 Oktober 1969 di Kupang); (15) Sipri Senda (lahir pada 9 Mei 1970 di Kapan, Timor Tengah Selatan).
Sastrawan NTT Lapis Ketiga, lahir pada tahun 1971-1990, berjumlah 17 sastrawan. Mereka adalah (1) StephTupengWitin (lahir pada 26 Desember 1975 di Ataili, Lembata); (2) Jefrin Haryanto (lahir pada tahun 1977 di Ruteng, Manggarai); (3) Ragil Supriyanto Samid (lahir pada 25 Januari 1979 di Kupang); (4) Tuteh Pharmantara (lahir pada 29 Desember 1979 di Ende); (5) Gusty Masan Raya (lahir pada 24 Mei 1980 di Lewat, Adonara, Flores Timur); (6) Armin Bell (lahir pada 16 Juni 1980 di Kupang); (7) Santisima Gama (lahir pada 11 Juni 1982 di Maumere, Sikka); (8) Amanche Franck OeNinu (lahir pada 6 Februari 1983 di Mei Esleu, Niki-niki, TTS); (9) Bara Pattyradja (lahir pada 12 April 1983 di Lamahala, Adonara, Flores Timur); (10) Jefta Atapeni (lahir pada 11 Januari 1984 di Soka, Rote Ndao); (11) Yos Mau (lahir pada 1 November 1984 di Ahun, Belu); (12) Robert Fahik (lahir pada 5 Juni 1985 di Betun, Malaka); (13) Christian Dicky Senda (lahir pada 22 Desember 1986 di Molo Utara, Timor Tengah Selatan); (14) Pion Ratulolly (lahir pada 31 Desember 1986 di Lamahala, Adonara, Flores Timur); (15) Christo Ngasi (lahir pada 13 Maret 1987 di Waitabula, Sumba Barat Daya); (16) Januario Gonzaga (lahir pada 21 Januari 1988 di Dili); (17) Djho Ismail (lahir pada 15 Maret 1988 di Rajawawo, Nangapanda, Ende).
Sastrawan NTT Lapis Keempat, lahir pada tahun 1991-2010 baru berjumlah 2 orang sastrawan. Mereka adalah (1) Mario F. Lawi (lahir pada 18 Februari 1991 di Kupang); dan (2) ErlynLasar (lahirpada 19 Maret 1994 di Maumere, Sikka.

Aku dan Mereka di Mataku

Aku adalah pribadi dengan cara pandang sendiri
Buah dari ciptaan Sang Pencipta
Terima kasih banyak untuk itu selalu kuucapkan dalam kepala dan dada ini
Maaf aku awali dengan seperti ini
Ada yang bingung dan bertanya-tanya tulisan apa ini ?
Baik !
Ini hanya sebuah perkenalan dari orang yang kurang kerjaan meski tanpa di minta
Aku adalah pribadi yang ingin bebas sebebas-bebasnya bahkan melampaui kekuasaan burung yang beterbangan di udara
Dan untuk itu aku harus selalu membuat orang lain tidak dapat mengerti siapa aku,seperti apa aku sehingga hanya cukup mereka bisa menyapa aku dengan mengetahui namaku saja
Kenapa ?
Karena dengan begitu tak ada orang yang dapat mereka-reka sifat dan niat serta sepak terjangku selanjutnya
Mereka tidak perlu takut dengan semua itu
Karena kehidupan keseharianku tidak akan pernah sedikitpun mengusik apalagi sampai mengganggu kenyamanan mereka berhiruk pikuk di tengah dunia yang layaknya milik mereka sendiri
Aku hanya tidak ingin apa yang akan ku lakukan kemudian mengundang mereka untuk ikut campur tangan apalagi sampai harus berkorban
Yang kemudian pada akhirnya jika aku gagal akan berbalik belakang dan sangat bersemangat untuk mencelaku dengan berjuta umpat demi kenikmatan mulut ,otak dan hati mereka
Dan apabila aku berhasil mereka akan berbesar mulut bahwa ini buah dari masukan mereka sambil bertepuk tangan dan menepuk dada kuat-kuat
Sungguh itu jenis kepala dan dada yang selalu ingin ku jambak dan ku cakar dengan kuku-kuku tajamku
Aku selalu tidak suka dengan itu
Pribadiku sederhana yang selalu kubawa sendirian dalam siang dan malamNya,
Serta dalam pikir dan lakuku
Di setiap mana aku menatap
Di setiap mana aku singgah
Di setiap mana aku menghirup
Di setiap mana aku meneguk
Di setiap mana aku menelan
Saat menangis,
Saat tertawa,
Aku selalu punya catatan
Yang ku buat semauku menuruti kejujuranku
Di situlah aku menurut diriku.
Maaf !

Maaf !

Wajahmu kusut
Seirama kembang sepatu layu yg mulai selesai memamerkan puncak mahkota indahnya
Aku mencoba bercermin pada bola matamu
Akan seperti apakah aku harus bersikap di hadapmu
Aku bimbang
Seperti daun keladi yang berayun kesana kemari di permainkan angin
Sehelai daun jatuh menamparku
Aku tersadar
Kusutmu kini berderai air mata
Irama angin t'lah mengajakmu bernyanyi
Senandung lirih yg kau beri mengorek kasar ke ulu hatiku
Mencabik muslihatku yang lama tega mencengkram senyummu
Aku tersungkur
Menggapai tanganmu
Mencoba menyalurkan rasa salah dan permintaan maafku
Kau tepis dgn penuh amarah
Tergambar aku seperti hantu di jernih bola matamu
Kau menoleh berusaha menghindar dari bujuk rayu mataku
Detik ini juga kehilangan itu memenuhi seluruh rongga pikirku
Kembang sepatu kusut itu pun seketika jatuh terhempas dari tangkainya
Aku menatapmu dalam penuh pengertian
Sudah waktunya kau urai semua kepedihanmu demi menghadirkan tunas baru
Aku beranjak pergi
Menjauhi semua keceriaan yang selama ini kubangun dengan kegelapan dada dan kepala
Mungkin esok ada tunas baru yang bakal ku jaga dengan kebersihan hati sampai mati.

Kekuatan Cinta

Berkas invasi api berserakan
Seakan enggan menghuni rumah puntung
Sebentuk cawan dr pahatan kayu cendana
Yang ku mahar mahal beberapa waktu silam
Uap nikotin memutih pekat
Ku campakkan sehabis puas mereguk nikmatmu
Menjelajahi lembut relung" gelap kamar ku yg remang
Yang selalu menjadi ruang dan waktuku mencumbui dirimu
Debu tembakau yg berserakan
Menyulap diri menjadi ukiran nama kita
Yg kau ukir indah di pasir pantai lasiana bebarapa waktu silam
Asap tembakau mewangi
Melakukan gerak tari dan terkadang berlari melompat dan memelukku
Sungguh begitu hidup aksara,suara,dan laku kita tempo hari.
Sungguh ini bukan suatu kerinduan yg mendahaga
Kau dan aku sdh enggan utk berjauhan sejak tempo hari
Tapi ini msh saja berlaku
Sebaiknya ku anggap saja ini rizki yg terus membuatku mampu menghalau setiap manis dan indah di luar sana
Yang kadang terlalu memaksa mengambil bagian dlm pikir, hati dan tindakanku
Rizki ini membuat mereka tidak pernah akan mampu berbuat itu
Karena kau menguasaiku hingga ke dinding" terjal marah dan sombOngku
Terima kasih untuk itu selalU tidak lupa aku ucapkan kepada Yg di Atas

Pena Muram

Aku terhanyut
Seperti bungkus buras yang ku larungkan ke laut siang tadi
Buih gelombang sudah tidak lagi putih
Mungkin berubah mengikuti alur jaman
Bukit" sdh tidak lagi menyapa dgn senyuman
Yang nampak hanya dada bidang buas menantang matahari
Seperti kecewa pada angin kemakmuran masa ini
Tiang" besi memancarkan roh" kelaparan
Ketamakkan tampil gagah sebagai menara industri
Mengusik tarian bebas elang liar kala memuji kebesaran pencipta
Senja ini begitu sepi
Cairan pekat larutan sejumput kopi dan gula lumayan jd teman
Hingga gelap menerpa
Lilin" industri jd penghibur
Di kejauhan nampak berbaris dengan kerlap kerlip di puncaknya
Sdh sedemikian lemah tanah ini
Ketika hanya mampu menjadi alas kaki kemajuan
Pohon berubah menjadi tiang besi industri
Pantai tertimbun tembok industri
Sungai menjadi air comberan industri
Orang"nya....?
Malah berlomba" menjadi bahan bakar industri
Hahh...
Kuhirup kopi dalam"
Sejenak benakku terbang
Mengitari diriku sendiri
Kutatap wajahku lekat
Kau jadi apa ?
Aku telah menjadi manusia paling hina
Yang hanya mampu menulis kelemahan" ku sendiri.
Lembata 072016

Sabar

Aku cuma satu kata
Buah dari persetubuhan isi kepala dan dada
Tak bara di bakar pigura merah menyala
Dengan relief *kenube dan **gala
Sebagai lukisan dari harga diri
Berkas kundung api pun padam
Dia hanya mampu hampir mendidihkan cairan kepalaku
Yang kemudian sejuk lagi
Bayang gelap malampun tak sanggup menghitamkan putih kalbu hati
Adonara kecintaanku
Ku bangga namamu ada dalam darahku
Tapi hati dan kepala ini punya kreasi sendiri
Terasing dari kenube dan gala
Hingga aku tinggal cuma satu kata
Aku sabar
Yaa...
SABAR

Aku Suami juga Ayah

Keringatku serupa darah
Kau sapu dgn keningmu
Keriputku menghitam
Kau belai dgn gerai rambutmu
Tak sisakan jelaga melumpuri dada
Jejak liar hujan dan mentari
Haru mengajakku berpaling
Menancapkan pandang pada dahan rindang
Demi membuang rasa lelah
Hingga butir embun pecah melumuri dinding kumbang
Anak semut lincah membelah jubah pepohonan
Riang membongkar remah"
Lihat itu istriku...
Ku ingin lebih dari itu buat anakku..

Cendana ku

Di atas karang engkau tegak perkasa
Biarkan deru angin menyapu lembut wangimu
Walau gersang engkau tetap bertahan
Akar-akar kecil kokoh mencakar di lubang karang
Sengat mentari tak gentar kau tarungi
Rindang dahanmu sungguh membawa kesejukan
Beralas alang aku diam terpana
Perlahan ku lantunkan sajak tentang indahmu
Dan lihatlah eloknya parasmu
Memikat hingga dunia tuk memujamu
Mewangilah bersamaku
Cendanaku
Seiring waktu hembuskan hayalku
Cendanaku
Jangan punah kau inspirasiku
Cendanaku

Puas-Puaslah

Nafas ini tak lagi punya aku
Semilirnya sibuk melambaikan dedaunan
Di mana laba", juga berjuta hama menari riang mengiringi
Menampar helai" pucat sudah sedang menuju punah
Kau angin yg terlalu bergemuruh untuk ku hirup
Kau angin puyuh yang mampu tega buatku terjengkang
Bisa rebah dan punah di hadapmu selalu jd impianmu

Sapa Pagi

Hangat kembali pagiku
Sll ada keinginan yg muncul spt hari" kemarin
Yah...
Aku ingin bisa bebas menikmati hangat pagi ini
Seperti burung pipit yang ringan merentangkan sayap kecilnya di angkasa
Hehe... 
Tapi aku hanya manusia yang katanya mempunyai kelebihan dari semua makluk ciptaanNya
Padahal aku tidak mampu spt burung pipit itu.

Hati ku

Ku ukir sebaris kalimat
pd juntai rambutmu mlm tadi
Tanpa gores, tanpa warna
Hanya hangat yg bicara
Aku sayang kamu...